Life is just Stories

Life is just Stories

Thursday, September 20, 2012

Worlds Behind Ep. 1


Aku merasakan tubuhku. Mulai setengah jam yang lalu sepertinya kesadaranku mulai pulih. Tapi mengapa begitu gelap semua? Mengapa sulit sekali kugerakkan kaki dan tubuhku? Perlahan mulai kuraba sesuatu yang sepertinya menutupi wajahku. Perban. Seluruh wajahku dibalut dengan perban. Ada apa ini? Mengapa rasanya sakit sekali. Perih. Wajahku, apa yang telah mereka lakukan pada wajahku? Kucoba bergerak lagi dan meraba bagian tubuhku yang lain. Beberapa bagian tubuhku yang lain pula dibalut dengan perban. Semakin lama aku semakin bingung dan tiba-tiba rasa sakit yang tak terkira menyerang seluruh bagian tubuhku yang terbalut perban. Refleks saja aku berteriak kesakitan, “Aaaaack………Ya Allah. Sakit….” Berkali-kali aku berteriak hingga beberapa orang datang dan berbiacara bahasa korea. Ya Tuhan, tentu saja. Aku memang sedang berada di Seoul saat kejadian terakhir sebelum ragaku berubah menjadi seperti ini. Di tengah kesakitan, aku mencoba mengingat apa yang sebenarnya telah terjadi sebelumnya hingga aku berakhir disini. Tetap saja aku tak ingat. Karena enam bulan sudah aku berada di Seoul, aku sudah mengerti apa yang mereka katakana, yang mereka bicarakan. Sekelompok orang yang mendatangiku itu sepertinya adalah dokter dan beberapa perawat.
“Suster, anastesinya sudah habis. Dia akan mengalami sakit luar biasa di seluruh tubuhnya. Beri cairan penahan rasa sakit sekarang juga dan berikan secara berkala hingga ia tidak akan kesakitan seperti ini lagi!” Salah satu dari mereka berbicara. Mungkin itu adalah dokter.
“Baik dokter” salah satu perawat menjawab
Aku sudah tak bisa menahannya lagi. Aku hanya diam dan menahan rasa sakit saat salah satu perawat menyuntikan sesuatu pada tubuhku. Setelah itu aku kembali kehilangan kesadaran. Entah sudah berapa lama aku terbaring di ruangan ini dengan perban yang menempel di tubuh dan wajahku ini. Tiba-tiba ada sesuatu yang bergerak di bagian wajahku. Seseorang. Seseorang pasti tengah mengganti perban dan pakaianku. Aku sudah sadar tapi tak bereaksi. Tubuhku terlalu lemah untuk melawan. Jadi, hanya akan kutunggu hingga mereka selesai mengganti perbanku. Beberapa saat kemudian baru kusadari bahwa mereka sudah tidak menutup mataku. Benarkah? Kuberanikan diri menggerakkan tangan dan meraba bagian mata. Benar. Mereka benar membuka perban bagian mata. Walaupun sudah kuraba bagian mata, tetap saja tak ingin ku membukanya. Bagaimana jika nanti aku benar-benar tak bisa membukanya? Bagaimana jika aku tak bisa melihat dunia lagi? Bagaimana jika hanya buram yang terlihat? Selanjutnya aku hanya diam hingga terdengan suara langkah kaki beberapa orang. Tampaknya itu bukan dokter dan perawat lagi. Karena mereka sudah berada di sampingku sedari tadi. Karena penasaran, kuberanikan diri membuka kedua kelopak mataku dan syukurlah aku masih memiliki pengelihatan seperti sebelumnya, bahkan lebih baik. Mulailah kujelajahi seisi ruangan tempat aku menginap selama ini. Benar, ini memang benar rumah sakit. Saat kulayangkan pandanganku pada bagian sisi kananku, selain dokter, terdapat beberapa orang setengah baya bertuxedo yang tersenyum ke arahku. Salah satu dari orang itu, aku mengenalinya. Aku yakin aku pernah melihat wajahnya. Meskipun terus kuingat, aku tetap lupa, sampai akhirnya salah satu dari mereka menyapaku.
“Selamat pagi. Bagaimana kabar anda? Apakah tubuh anda masih sakit sekali?”
Aku hanya mengangguk dan sedikit membungkuk sebagai tanda menghormatinya. Namun, orang itu tetap tersenyum seraya berbicara dengan dokter.
“Dokter, bagaimana dengan keadaan Alinda? Kapan tubuhnya akan memasuki masa penyembuhan?”
Oh Tuhan, mereka mengetahui namaku. Siapa mereka? Mengapa mereka mengetahui keadaanku lebih baik daripada keluargaku sendiri. Tidak! Keluargaku. Aku belum memberitahu mama tentang apa yang terjadi padaku. Apakah mama sudah datang ke seoul? Apa keluargaku sudah tau apa yang sebenarnya terjadi kepadaku. Semua pertanyaanku itu tetap saja terkumpul di otakku tanpa ada yang terjawab. Sementara itu, dokter sepertinya sedang member tahu keadaanku kepada orang yang tadi menyapaku.
“Alinda telah melalui operasi yang besar dan melelahkan. Selain itu, biusnya pun telah hilang dan ia tengah mengalami kesakitan luar biasa pada bagian-bagian yang dioprasi sebelumnya. Maka dari itu, kami hanya bisa memberikan obat peringan rasa sakit sementara hingga lukanya pulih dan ia akan memasuki proses penyembuhan.”
“Kira-kira, kapan hal itu akan terjadi?  Keadaannya pulih?” laki-laki itu bertanya kembali
Dokter menjawab “Keadaannya kini berangsur pulih. Sementara ini ia sudah mendapatkan kesadarannya, namun belum sepenuhnya. Setelah beberapa hari, ia mungkin sudah dapat berkomunikasi dan dapat mengkonfirmasi mengenai keluarganya.”
Aku mendengar semuanya. Apa yang mereka katakan tentang kondisiku.

No comments:

Post a Comment