Life is just Stories

Life is just Stories

Thursday, September 20, 2012

Awkward Soul


Saat terbangun di pagi hari, aku merasa sesuatu menghantam dadaku, dunia terasa gelap sekali, kepalaku pusing, hatiku kesal, aku ingin marah sejadi-jadinya. Ada apa ini? Padahal hari minggu ini sepertinya keadaan rumahku baik-baik saja, semua aman dan terkendali tetapi kenapa hanya aku yang mengalami hal seperti ini. Dan pada akhirnya, aku tak bisa lagi mengendalikan perasaan yang tak jelas ini. Aku muntahkan semuanya, aku mengamuk, memberantakan seluruh isi kamarku, memecahkan semua yang bisa dipecahkan, mengahncurkan semua yang bisa dihancurkan. Kemudian aku berteriak, menangis entah apa yang terjadi hingga Ibuku yang sedang mengaji pun tergerak untuk melihat keadaanku. ”Ya Allah de..... kamu ngapain? Kenapa kamarmu jadi berantakan kaya gini!!” murka Ibu ku. Aku yang mendengar beliau terus memarahiku tetap saja masih tidak mengerti dan tetap beraksi memberantakan kamar menarik-narik bad cover tempat tidur. Sampai akhirnya Ibuku menyerah dan berkata ”Ya sudah, terserah dede aja, pokoknya nanti mamah pulang semuanya harus bersih dan rapi tapi kamu gak boleh minta bi Inah beresin kamar.”  Setelah itu Ibu pergi dan bersiap-siap untu menghadiri salah satu pengajian yang diselenggarakan di Islamic Centre Karawang. Aku, aku lalu tertunduk. Tak pernah aku merasa seburuk ini, tetapi kejadian ini tak terjadi kali ini saja, sebenarnya ada apa dengan diriku ini. Seraya aku melihat tanganku yang telah melakukan semua ini, aku berpikir keras tapi tetap tak kutemukan jawaban keanehan-keanehanku akhir-akhir ini.
            Keesokan harinya aku kembali menjadi \”diriku yang sebenarnya”. Kembali riang, tersenyum dan seakan tak pernah terjadi apa-apa. Aku kemuadian tak pernah lagi mengingat dan memikirkan kejadian-kejadian yang terjadi pada diriku pada hari-hari kemarin. Tetapi tetap saja terkadang aku merasa bahwa aku yang ”pendiam” menggantikan aku yang ”ceria”. Ya entahlah, sampai kapan perasaan ini akan terus menghantuiku, tak tahu.
Seperti biasa aku meneruskan hidupku dengan segala kegiatan membosankan yang memburuku setiap hari. Mulai dari bangun tidur, hingga tidur lagi. Berangkat sekolah pagi hari, hingga pulang pada petang lagi. Sampai pada suatu hari, hasil psikotest yang telah aku jalani jauh hari keluar. Teman-teman terlihat begitu antusias, dan aku, aku biasa saja. Tetapi ada sesuatu yang aneh yang baru aku sadari saat aku melihat hasil tesku yang ke sekian kalinya. Mengapa pada bagian emosi aku selalu mendapat C atau D? Apakah ini suatu ketidaknormalan atau hanya perasaanku saja? Setelah beberapa saat aku berpikir keras, akhirnya aku merasa ini hanyalah hal yang mungkin biasa terjadi pada anak yag sebaya denganku. Tidak lama kemudian salah seorang temanku mengatakan bahwa aku di  panggil guru BK. Ada apa lagi ini? Aku tidak pernah merasa membuat kesalahan yang fatal akhir-akhir ini. Aku juga tak pernah bolos jam pelajaran juga bolos masuk sekolah. Tidak terima aku tanyakan saja pada temanku ”emangnya ada apa sih aku pake dipanggil segala?” lalu temanku itu menjawab ”kayaknya sih masalah psikotest yag kemaren tuh, nilaimu turun kali!”. Dalam hati aku merasa tak ada yang salah dengan nilai-nilai ataupun hasil psikotest yang kemaren, IQ-ku juga gak jelek-jelek amat dibandingkan dengan teman-teman yang lain. Ah, daripada bingung memikirkan itu semua langsung saja aku menuju ruang BK untuk memenuhi panggilan. Setelah sampai, aku pun langsung dipersilahkan masuk oleh salah satu guru BK yang menangani kelasku yaitu Bu Susi. Dengan lembutnya beliau menasihatiku untuk lebih meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan YME, aku msih tak mengerti apa yang sebenarnya sedang dibicarakan oleh Bu Susi. Aku dengarkan sajalah. Pada akhir pembicaraan, akhirnya Bu Susi memberikanku sepucuk surat yang katanya harus kuberikan kepada orang tuaku lebih spesifiknya adalah Ibuku. Setelah itu kutanyakanlah apa isi surat itu pada Bu Susi. Beliau menjawab bahwa sebenarnya Ibuku harus datang ke sekolah esok hari. Oh, aku tetap tak mengerti. Ya sudahlah, yang penting aku tak pernah melakukan kesalahan yang fatal di sekolah akhir-akhir ini.
Malam hari di rumah, segera saja kuserahkan surat yang tadi diberikan oleh Bu Susi kepada Ibuku. Beliau hanya melihatnya sekilas dan kemudian kembali menekuni buku-buku S2 nya. Hmmm, senag atau tidak ya punya Ibu yang rajin belajar? Keesokan harinya di sekolah aku masih tidak tahu apakah Ibu akan mendatangi sekolahku atau tidak. Tetapi beberapa saat kemudian, aku melihat sesosok wanita paruh baya yang berjalan dengan anggunnya menuju ruang BK, saat itulah aku menyadari bahwa wanita itu adalah Ibuku sendiri. Ternyata Ibu memang datang. Rasanya ingin sekali membuntuti Ibu, ini pertama kalinya beliau datang ke sekolahku setelah hampir dua tahun aku bersekolah. Lalu kuputuskan untuk membuntutinya sampai beliau tiba di ruang BK. Melihat pembicaraan merika yang kelihatannya lumayan serius aku penasaran dan memberanikan diri untuk menguping pembicaraan Ibu dan Bu Susi. Saat itu juga......
Astaghfirullahal’adzim......... aku terkena bipolar disorder. Penyakit kejiwaan itu, yang pernah aku browsing di internet saat iseng. Benarkah Ya Allah???? Benarkah aku yang jadi korban penyakit itu. Tak percaya dengan hasil pengupinganku, langsung saja aku berlari menuju kelas untuk mencari hal yang lebih detail tentang bipolar disorder. sekali kuketik dua kata ”bipolar disorder” pada mesin pencari GOOGLE langsung saja keuar hasil pencarian mengenai salah satu penyakit jiwa itu.
Flowchart: Document: Bipolar Disorder adalah salah satu penyakit kejiwaan yang ditandai dengan kepribadian penderitayang ganda, suatu hari sang penderita dapat memunculkan sisi lain dirinya yang sangatlah berkebalikan dengan sifat atau kebiasaan penderita pada kesehariannya. Penderita penyakit ini juga dapat merasakan kegalauan atau kegelisahan dan cenderung tak dapat menahan emosi pada waktu-waktu tertentu. 




 Bipolar Disorder adalah salah satu penyakit kejiwaan yang ditandai dengan kepribadian penderitayang ganda, suatu hari sang penderita dapat memunculkan sisi lain dirinya yang sangatlah berkebalikan dengan sifat atau kebiasaan penderita pada kesehariannya. Penderita penyakit ini juga dapat merasakan kegalauan atau kegelisahan dan cenderung tak dapat menahan emosi pada waktu-waktu tertentu.





            Jadi, sudah jelas sudah semua keanehan-keanehanku selama ini. Ketidaknormalan dan hasil psikotestku yang selalu mendapat nilai C pada bagian emosinya memang memiliki alasan yang jelas, ya hanya satu alasan yaitu ”bipolar disorder”. aku masih tersenyum kecut setelah menyadari hal yang dibilang baik atau buruk sedang menimpaku. Padahal aku sadar benar bahwa hatiku seakan sedang ditindih dan dijepit oleh batu besar yang tidak terlihat. Kenyataan hidup yang baru aku sadari justru pada saat aku seharusnya mengalami masa-masa terindah. Yang tak pernah aku tahu hingga aku berumur 13 tahun.
            Hari berganti hari, tapi suasana hatiku tetap tak berganti. Aku mungkin tersenyum senang di depan oran-orang, tapi mereka tak bisa melihat hatiku kyag kelewat masam. Bayangkan saja, massa Ibu tak melakukan apa-apa mengetahui anaknya menderita penyakit serius. Pada awalnya aku berpikir positif bahwa mungkin Ibu bisa lebih memperhatikanku ketika beliau mengetahui anaknya mengalami penyakit yang lumayan menyeramkan. Bukan aku tak pernah menghargai jasa Ibu, aku sangat mencintainya  melebihi hidupku sendiri, tapi apakah seorang anak salah jika merasa ingin lebih diperhatikan? Mungkin salah menurut Ibuku, hahaha.
            Hari Minggu yang sepi dan bosan seperti biasa aku duduk di depan TV melihat cara mingguan kesukaanku yang biasanya disarkan. Di rumah tak ada seorangpun kecuali aku dan Bi Inah. Tiba-tiba terdengar suara bel rumah berbunyi, hah Bi Inah tidak dengar mungkin beliau masih di dapur. Ku buka saja pintu rumahku dan mendapati seorang tamu wanita cantik berumur sekitar 27 tahun yang berbaju merah dan memakai sepatu yang kasual. ”Wah, cantik sekali tante ini!” pikirku. Setelah kutanyakan maksud kedatangannya aku persilahkan beliau untuk menunggu Ibuku di dalam rumah. Tetapi entah mengapa saat itu, ia lebih banyak bertanya tentang diriku. Tentang kebiasaan-kebiasaanku, pengalaman dan teman-temanku. Semakin lama aku semakin merasa curiga dengan orang ini. Beberapa saat kemudian ia meminta izin untuk pergi ke kamar kecil. Setelah mengambil beberapahelai tisu dari dalam tasnya aku melihat ada dompet yang menjuntai keluar tas. Saat tante itu di kamar kecil, aku tergerak untuk melihat isi doompetnya. Barangkali ada sedikit informasi tentang orang asing ini. Ternyata saat kulihat kartu namanya, terbaca jelas bahwa beliau adalah seorang Psikiater yang mungkin dikirim ibuku untuk “mengobatiku”. Terasa bom atom meledak di dalam hatiku dan entah mengapa mataku dengan sendirinya mengeluarkan air mata. Tak tahan lagi aku segera berlari meninggalkan rumah. Aku terus berlari dan kemudian berjalan tak tahu arah, otakku tak bisa berpikir logis. Aku memang masih kelas 2 SMP, walau aku masih belum tahu apa-apa, tapi aku sudah bisa merasakan. Bisa merasakan sedih dan sakit saat orang tua satu-satunya tak pernah berusaha mendekatkan diri selayaknya ibu-ibu orang lain. Yang meskipun  aku tahu bahwa ibuku beribu-ribu kali lebih mencintai aku. Tetapi apakah beliau tak mengerti, hanya dengan senyuman dan nasehatnya saja mungkin penyakitku akan langsung sembuh dan tak kembali? Tak perlulah psikiater datang? Tak perlu ada orang lain, tak ingin ada orang lain. Aku disini, tetap terisak dengan tangisanku. Tak perduli lagi ada dimana. Aku merasa mencintai seorang diri.

No comments:

Post a Comment